Selasa, 14 Oktober 2008

anggaran rumah tangga paklina

ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
KEANGGOTAAN
PASAL 1
SYARAT MENJADI ANGGOTA
Syarat menjadi anggota PAKLINA, adalah sebagai berikut :
1. Anggota Biasa
a. Badan Usaha Milik Negara, milik Swasta Nasional yang memiliki akata pendirian yang sah menurut hukum di Negara Republik Indonesia, yang bergerak dalam bidang Jasa Pelaksana Konstruksi.
b. Persyaratan lainnya yang diatur secara nasional, dengan menyesuaikan keadaan daerah, yang selanjutnya diatur dalam pedoman khusus.
2. Anggota Luar Biasa
a. Badan Usaha yang berbentuk Penanaman Modal Asing yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bergerak dalam bidang Jasa Pelaksana konstruksi.
b. Persyaratan lainnya yang diatur secara nasional, dengan menyesuaikan keadaan daerah, yang selanjutnya diatur dalam pedoman khusus.
3. Anggota Kehormatan
a. Tokoh-tokoh perorangan baik pemerintah, pengusaha nasional, maupun masyarakat pada umumnya yang dipandang telah berjasa dalam membentuk, membina, dan memajukan PAKLINA, baik di tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota;
b. Syarat keanggotaan kehormatan akan diatur selanjutnya dalam pedoman khusus.

PASAL 2
TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA
1. Pendaftaran permintaan menjadi anggota dilakukan di kepengurusan Kabupaten/Kota, untuk selanjutnya diteruskan ke kepengurusan Propinsi;
2. Diterima atau tidaknya sebagai anggota, dinyatakan oleh Dewan Pengurus Daerah, dengan jangka waktu yang telah ditetapkan;
3. Bila dinyatakan diterima menjadi anggota, tidak boleh rangkap keanggotan dengan Asosiasi sejenis yaitu yang memiliki persamaan bidang subbidang pekerjaan konstruksi dan diberikan Kartu Tanda Anggota PAKLINA yang diterbitkan secara nasional oleh Dewan Pengurus Pusat.

PASAL 3
BIDANG LINGKUP PEKERJAAN ANGGOTA
Bidang lingkup pekerjaan adalah meliputi 2 Bidang yaitu Bidang Mekanikal dan Elektrikal, antara lain meliputi pelaksanaan pekerjaan untuk sub bidang sebagai berikut :
A. Bidang Mekanikal, sub bidang :
1. Instalasi Pemanasan, Ventilasi Udara dan AC dalam bangunan, termasuk perawatannya
2. Insulasi dalam bangunan, termasuk perawatannya
3. Instalasi Lift dan Eskalator, termasuk perawatannya
4. Pertambangan dan Manufaktur, termasuk perawatannya
5. Fasilitas Produksi, Penyimpanan Minyak dan Gas, termasuk perawatannya
6. Instalasi Thermal bertekanan Minyak, Gas, Geothermal, termasuk perawatannya
7. Konstruksi Alat Angkut dan Alat Angkat, termasuk perawatannya
8. Instalasi Gas dalam bangunan, termasuk perawatannya
9. Konstruksi Perpipaan Minyak, Gas dan Energi, termasuk perawatannya
10. Perpipaan Minyak dan Gas jarak jauh , termasuk perawatannya
11. Perpipaan Gas Lokal/Perkotaan, termasuk perawatannya
12. Jasa Penyedia Peralatan Kerja Konstruksi

B. Bidang Elektrikal, sub bidang :
1. Pembangkit Tenaga Listrik semua Daya, termasuk perawatannya
2. Pembangkit Tenaga Listrik dengan Daya maksimal 10 MW/ unit, termasuk perawatannya
3. Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Tegangan Tinggi dan Ekstra Tegangan Tinggi, termasuk perawatannya
4. Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Tegangan Menengah dan Tegangan Rendah, termasuk perawatannya
5. Instalasi Listrik lainnya, termasuk perawatannya
6. Instalasi Listrik Gedung dan Pabrik, termasuk perawatannya
7. Jaringan Transmisi, Telekomunikasi dan atau Telepon, termasuk perawatannya
8. Jaringan Distribusi Telekomunikasi dan atau Telepon, termasuk perawatannya
9. Instalasi Kontrol dan Instrumentasi, termasuk perawatannya

PASAL 4
HAK ANGGOTA
1. Anggota Biasa memiliki hak suara dipilih dan memilih, serta hak bicara untuk menyalurkan pendapat dan mengajukan pertanyaan;
2. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan, hanya memiliki hak bicara untuk menyalurkan pendapat dan mengajukan pertanyaan;
3. Semua anggota mempunyai hak memperoleh pembinaan untuk pengembangan usaha, dan memperoleh perlakuan adil sesuai dengan konstitusi dan Peraturan serta Perundangan yang berlaku.

PASAL 5
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap anggota memiliki kewajiban :
1. Mantaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Kode Etik Organisasi serta ketetapan organisasi dan keputusan Dewan Pengurus lainnya;
2. Menjaga nama baik dan menjunjung tinggi harkat dan martabat organisasi;
3. Berperan aktif dalam pelaksanaan program kerja organisasi, berdasarkan keputusan yang ditetapkan untuk itu;
4. Melaksanakan kewajiban keanggotaan lainnya yang telah ditetapkan oleh organisasi.


PASAL 6
PEMBERIAN SANKSI ORGANISASI PADA ANGGOTA
1. Anggota dapat diberikan sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan atau Kode Etik PAKLINA; dan atau ketentuan organisasi lainnya;
2. Anggota dapat diberikan sanksi pencabutan keanggotaan jika terbukti melakukan kesalahan dalam hal tindakan pemalsuan, penipuan, dan kriminalitas lainnya;
3. Pembuktian pelanggaran dilakukan melalui Rapat Pengurus Cabang dimana keanggotaannya terdaftar dan berkedudukan;
4. Pemberian sanksi dilakukan melalui tahapan pertama berupa teguran dan peringatan, tahapan kedua berupa pembekuan sementara keanggotaan dan tahap ketiga pencabutan keanggotaan oleh DPD atas usulan DPC;
5. Anggota yang diberikan sanksi organisasi, memiliki hak pembelaan diri melalui pengajuan pembelaan diri pada Rapat Pimpinan Daerah dimana Propinsi keanggotaannya terdaftar dan berkedudukan, dan atau melalui forum Rapat Kerja Cabang, dan atau ada forum Musyawarah Cabang;
6. Anggota yang diberikan sanksi, berhak atas pemulihan nama baik, jika dikemudian hari sanksi yang diberikan dinyatakan dicabut kembali;
7. Dalam masa pemberian sanksi organisasi, maka anggota yang bersangkutan kehilangan hak dan kewajibannya terhadap organisasi.


PASAL 7
PEMBERIAN SANKSI ORGANISASI BAGI
PERSONALIA UNSUR DEWAN PENGURUS
1. Kepengurusan dari semua tingkatan organisasi dapat diberikan sanksi organisasi jika melakukan pelanggaran AD/ART, dan atau Kode Etik organisasi, oleh Dewan Pengurus yang bersangkutan atau oleh Dewan Pimpinan setingkat lebih tinggi di atasnya.
2. Pemberian sanksi organisasi dapat berupa :
2.1. Peringatan tertulis
2.2. Pembekuan Kepengurusan
2.3 Pencabutan SK
3. Khusus untuk pelanggaran yang sangat mendasar dilakukan oleh Dewan Pengurus dapat diberikan sanksi pembekuan dan pencabutan SK tanpa melalui sanksi peringatan tertulis oleh Dewan Pengurus setingkat di atasnya, yang didahului klarifikasi dari Dewan Pengurus setingkat di atasnya tersebut.
4. Khusus untuk pelanggaran yang sangat mendasar yang dilakukan oleh personalia unsur Dewan Pengurus dapat diberhentikan oleh Dewan Pengurus yang bersangkutan dan atau Dewan Pengurus setingkat di atasnya tanpa melalui sanksi peringatan tertulis.
5. Pelanggaran yang sangat mendasar yang disebut pada ayat 3 dan 4 tersebut di atas adalah perilaku yang terbukti melakukan tindak pemalsuan, penipuan, korupsi, penyalahgunaan wewenang, penggelapan uang organisasi dan tindakan kriminal lainnya berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
BAB II
STRUKTUR KEKUASAAN PAKLINA
PASAL 8
MUSYAWARAH NASIONAL
1. Status
a. Musyawarah Nasional disingkat MUNAS merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Nasional yang diwakili oleh Dewan Pengurus Daerah;
b. Musyawarah Nasional yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat nasional;
c. Musyawarah Nasional diadakan sekali dalam 3 (tiga) tahun;
d. Musyawarah Nasional dapat diadakan penyimpangan dari pasal 8 ayat 1 bagian c diatas untuk penyempurnaan AD-ART dan Kode Etik dan bila keadaan luar biasa dengan melaksanakan Musyawarah Luar Biasa dan;
e. Musyawarah Nasional Luar Biasa hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Daerah yang telah ada;
f. Musyawarah Nasional Luar Biasa dan Musyawarah Nasional Khusus dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Nasional.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak dan atau menerima laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya;
c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Pusat;
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara, yaitu hak bicara, hak untuk memilih, dan hak untuk dipilih;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak untuk dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Daerah yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan pasal 8 ayat 3a diatas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Nasional berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Daerah dan 1 (satu) orang dari Steering Commite;
g. Dewan Pengurus Pusat adalah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional;
h. Musyawarah Nasional dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang, baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Nasional adalah memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
j. Musyawarah Nasional hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Daerah yang ada;
k. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Nasional, maka kepengurusan Dewan Pengurus Pusat dinyatakan demisioner.

PASAL 9
MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA
1. Status
a. Musyawarah Nasional Luar Biasa disingkat MUNASLUB merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Nasional yang diwakili oleh Dewan Pengurus Daerah;
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan penyimpangan dari pasal 8 ayat 1 bagian c di atas apabila kondisi organisasi dalam keadaan luar biasa;
c. Kekuasaan dan wewenang Musyawarah Nasional Luar Biasa sama dengan kekuasaan dan wewenag Musyawarah Nasional;
d. Musyawarah Nasional Luar Biasa hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Daerah yang telah ada;
e. Musyawarah Nasional Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Nasional.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak atau menerima Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat;
b. Apabila pertanggungjawaban seperti pada ayat 2 bagian a tersebut di atas tidak dapat diterima oleh Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut maka Dewan Pengurus Pusat yang bersangkutan dianggap telah gugur atau berakhir;
c. Akibat ayat 2 bagian b tersebut maka Musyawarah Nasional Luar Biasa melakukan proses pemilihan dan penetapan Dewan Pengurus Pusat untuk masa bhakti yang baru;
d. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya;
e. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Pusat untuk masa bhakti berikutnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Nasional Luar Biasa terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara yaitu dipilih dan hak memilih serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Daerah yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 8 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Nasional Luar biasa berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh Peserta Penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Daerah dan 1 (satu) orang dari Steering Commite;
g. Dewan Pengurus Pusat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa;
h. Musyawarah Nasional Luar Biasa dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah memimpin sidang untuk sementara waktu, selama pimpinan sidang dafinitif belum terpilih;
j. Musyawarah Nasional Luar Biasa hanya dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Daerah yang ada;
k. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Nasional Luar Biasa, maka Kepengurusan Dewan Pengurus Pusat dinyatakan demisioner.

PASAL 10
MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS
1. Status
a. Musyawarah Nasional Khusus disingkat MUNASUS merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Nasional yang diwakili oleh Dewan Pengurus Daerah;
b. Musyawarah Nasional Khusus dapat diadakan penyimpangan dari pasal 8 ayat 1 bagian c di atas apabila sangat dibutuhkan segera perubahan tentang Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Organisasi;
c. Kekuasaan dan Wewenang Musyawarah Nasional Khusus sama dengan kekuasaan dan wewenang Musyawarah Nasional;
d. Musyawarah Nasional Khusus hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Daerah yang telah ada;
e. Musyawarah Nasional Khusus dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Nasional.
2. Kekuasaan dan Wewenang
Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Nasional Khusus terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara yaitu hak dipilih dan hak memilih serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Daerah yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 10 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Nasional Khusus berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Pusat, 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Daerah dan 1 (satu) orang dari Steering Commite;
g. Dewan Pengurus Pusat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional Khusus;
h. Musyawarah Nasional Khusus dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Nasional Khusus adalah memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
j. Musyawarah Nasional Khusus hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Daerah yang ada.

PASAL 11
RAPAT KERJA NASIONAL
1. Status
a. Rapat Kerja Nasinal merupakan rapat antar anggota yang diwakili oleh Dewan Pengurus Daerah;
b. Rapat Kerja Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan pogram kerja nasional;
c. Rapat Kerja Nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja nasional yang dilaksanakan Dewan Pengurus Pusat;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Nasional, serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Nasional terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
c. Hak suara hanya dimiliki oleh masing-masing unsur DPP 1 (satu) suara dan untuk DPD 1 (satu) suara;
d. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 11 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Nasional berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
f. Dewan Pengurus Pusat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Kerja Nasional;
g. Rapat Kerja Nasional dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Rapat Kerja Nasional, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
i. Rapat Kerja Nasional hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Daerah yang ada.


PASAL 12
RAPAT PIMPINAN NASIONAL
1. Status
a. Rapat Pimpinan Nasional merupakan rapat antar pimpinan yang diwakili ,oleh Dewan Pengurus Daerah;
b. Rapat Pimpinan Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penetapan kebijakan organisasi dalam ruang lingkup nasional;
c. Rapat Pimpinan Nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan yang dilaksanakan Dewan Pengurus Pusat dan seluruh Dewan Pengurus Daerah;
b. Menginventarisasi permasalahan organisasi dalam ruang lingkup nasional dan menetapkan kebijaksanaan dalam penanggulangan dan penyelesaiannya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Pimpinan Nasional terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Pusat dan 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Daerah yang hadir;
d. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 12 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Pimpinan Nasional dipimpin oleh ,Ketua Umum dan atau Wakil-wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama dan seimbang dengan peserta rapat lainnya;
f. Dewan Pengurus Pusat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional;
g. Rapat Pimpinan Nasional hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Daerah yang ada.

PASAL 13
MUSYAWARAH DAERAH
1. Status
a. Musyawarah Daerah disingkat MUSDA merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Propinsi yang diwakili oleh Dewan Pengurus Cabang;
b. Musyawarah Daerah merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Propinsi;
c. Musyawarah Daerah diadakan sekali dalam 3 (tiga) tahun;
d. Musyawarah Daerah dapat diadakan penyimpangan dari pasal 13 ayat 1 bagian c di atas bila dalam keadaan luar biasa dengan melaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa dan;
e. Musyawarah Daerah hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Cabang yang telah ada;
f. Musyawarah Daerah Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Daerah.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak dan atau menerima laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja serta kebijakan lainnya di tingkat Propinsi yang bersangkutan;
c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Daerah, untuk masa bakti berikutnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus Cabang yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan anggota sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara, yaitu hak memilih, hak dipilih, serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Daerah, 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Cabang yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 13 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Daerah berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Daerah, 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Cabang dan 1 (satu) orang dari Steering Commite;
g. Dewan Pengurus Daerah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Daerah;
h. Musyawarah Daerah dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Daerah;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Daerah, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
j. Musyawarah Daerah hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Cabang yang ada;
k. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Daerah, maka kepengurusan Dewan Pengurus Daerah dinyatakan demisioner.

PASAL 14
MUSYAWARAH DAERAH LUAR BIASA
1. Status
a. Musyawarah Daerah Luar Biasa disingkat MUSDALUB merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Daerah yang diwakili oleh Dewan Pengurus Cabang;
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diadakan penyimpangan dari pasal 13 ayat 1 bagian c di atas apabila kondisi organisasi dalam keadaan Luar Biasa;
c. Kekuasaan dan wewenang Musyawarah Daerah Luar Biasa sama dengan kekuasaan dan wewenang Musyawarah Daerah;
d. Musyawarah Daerah Luar Biasa hanya diadakan atas permintaan dan persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Cabang yang telah ada;
e. Musyawarah Daerah Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Daerah.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak dan atau menerima laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah;
b. Apabila pertanggungjawaban tersebut pada ayat 2 bagian a tersebut di atas tidak dapat diterima oleh Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut maka Dewan Pengurus Daerah yang bersangkutan dianggap telah gugur atau berakhir;
c. Akibat ayat 2 bagian b tersebut maka Musyawarah Daerah Luar Biasa melakukan proses pemilihan dan penetapan Dewan Pengurus Daerah untuk masa bhakti yang baru;
d. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja serta kebijaksanaan organisasi lainnya;
e. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Daerah, untuk masa bakti berikutnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Daerah Luar Biasa terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus Cabang yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan anggota sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara, yaitu hak memilih, hak dipilih, serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak untuk dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Daerah, 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Cabang yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 16 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Daerah Luar Biasa berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Daerah, 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Cabang dan 1 (satu) orang dari Steering Commite;
g. Dewan Pengurus Daerah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Daerah Luar Biasa;
h. Musyawarah Daerah Luar Biasa dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Daerah;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Daerah, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
j. Musyawarah Daerah Luar Biasa hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Cabang yang ada;
k. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Daerah disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Daerah, maka kepengurusan Dewan Pengurus Daerah dinyatakan demisioner.


PASAL 15
RAPAT KERJA DAERAH
1. Status
a. Rapat Kerja Daerah merupakan rapat antar anggota yang diwakili oleh Dewan Pengurus Cabang;
b. Rapat Kerja Daerah merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan program kerja propinsi;
c. Rapat Kerja Daerah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja propinsi yang dilaksanakan Dewan Pengurus Daerah;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Daerah, serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Daerah terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus Cabang yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan anggota sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Daerah dan 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Cabang yang hadir;
d. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 15 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Daerah dipimpin oleh Ketua Umum dan atau wakil-wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah setempat yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama dan seimbang dengan peserta rapat lainnya;
f. Dewan Pengurus Daerah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Kerja Daerah;
g. Rapat Kerja Daerah hanya dapat dianggap sah bila dihadiri oleh 2/3 utusan Dewan Pengurus Cabang yang ada;

PASAL 16
MUSYAWARAH CABANG
1. Status
a. Musyawarah Cabang disingkat MUSCAB merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Cabang;
b. Musyawarah Cabang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Cabang;
c. Musyawarah Cabang diadakan sekali dalam 3 (tiga) tahun;
d. Musyawarah Cabang dapat diadakan penyimpangan dari Pasal 16 ayat 1 bagian c di atas bila dalam keadaan luar biasa dengan melaksanakan Musyawarah Cabang Luar Biasa dan;
e. Musyawarah Cabang hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir;
f. Musyawarah Cabang Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Cabang.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak dan atau menerima Laporan Pertanggungajawaban Dewan Pengurus Cabang;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja serta kebijakan organisasi lainnya di tingkat Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Cabang.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Cabang terdiri dari anggota yang masing-masing terdaftar dan sudah memiliki Kartu Tanda Anggota PAKLINA yang masih berlaku sebagai Peserta Penuh;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara, yaitu hak dipilih dan hak memilih serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk anggota yang hadir;
e.Peserta lainnya diluar ketentuan pasal 16 ayat 3a diatas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Cabang berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari anggota yang hadir;
g. Dewan Pengurus Cabang sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Cabang;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang, baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Cabang, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang definitif belum terpilih;
i. Musyawarah Cabang hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 yang ada;
j. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Cabang disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Cabang, maka kepengurusan Dewan Pengurus Cabang dinyatakan demisioner.

PASAL 17
MUSYAWARAH CABANG LUAR BIASA
1. Status
a. Musyawarah Cabang Luar Biasa disingkat MUSCABLUB merupakan musyawarah antar anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Kabupaten/Kota yang diwakili oleh Anggota;
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Kabupaten/Kota;
c. Musyawarah Cabang Luar Biasa dapat diadakan penyimpangan dari pasal 16 ayat 1 bagian c di atas bila dalam keadaan luar biasa dengan melaksanakan Musyawarah Cabang Luar Biasa dan;
d. Musyawarah Cabang Luar Biasa hanya dapat diadakan atas permintaan dan persetujuan 2/3 dari jumlah anggota di Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
e. Musyawarah Cabang Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Cabang.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak atau menerima Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Cabang;
b. Apabila pertanggungjawaban tersebut seperti pada ayat 2 bagian a tersebut di atas tidak dapat diterima oleh Musyawarah Cabang Luar Biasa tersebut maka Dewan Pengurus Cabang yang bersangkutan dianggap telah gugur atau berakhir;
c. Akibat ayat 2 bagian b tersebut maka Musyawarah Cabang Luar Biasa melakukan proses pemilihan dan penetapan Dewan Pengurus Cabang untuk masa bhakti yang baru;
d. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja serta peraturan dan kebijakan organisasi lainnya di tingkat Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
e. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Cabang, untuk masa bakti berikutnya.
3. Tata Tertib
a.Peserta Musyawarah Cabang Luar Biasa terdiri dari anggota yang masing-masing terdaftar dan sudah memiliki Kartu Tanda Anggota PAKLINA yang masih berlaku sebagai Peserta Penuh;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara yaitu dipilih dan hak memilih serta hak bicara;
c. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara dan hak dipilih;
d. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk anggota yang hadir;
e. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 17 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Musyawarah Cabang Luar Biasa berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari anggota yang hadir;
g. Dewan Pengurus Cabang sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Cabang Luar Biasa;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Cabang Luar Biasa, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama pimpinan sidang definitif belum terpilih;
i. Musyawarah Cabang Luar Biasa hanya dianggap sah bila dihadiri 2/3 dari jumlah anggota yang terdaftar di Dewan Pengurus Cabang yang bersangkutan;
j. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Cabang disampaikan pada Sidang Pleno Musyawarah Cabang Luar Biasa, maka Kepengurusan Dewan Pengurus Cabang dinyatakan demisioner.


PASAL 18
RAPAT KERJA CABANG
1. Status
a. Rapat Kerja Cabang merupakan rapat antar anggota PAKLINA;
b. Rapat Kerja Cabang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan pogram kerja Kabupaten/Kota;
c. Rapat Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja Kabupaten/Kota yang dilaksanakan Dewan Pengurus Cabang;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Kabupaten/Kota, serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya;
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Cabang terdiri dari Pengurus dan anggota Dewan Pengurus Cabang yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Daerah sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan, hak suar berlaku masing-masing 1 (satu) hak suar untuk 1 (satu) orang peserta;
d. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 18 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Cabang berbentik Pimpinan Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh dengan ketentuan 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Cabang dan 2 (dua) orang dari peserta penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
f. Dewan Pengurus Cabang sebagai penyelenggara dan penanggung jawab.

PASAL 19
RAPAT PIMPINAN CABANG
1. Status
a. Rapat Pimpinan Cabang merupakan rapat pimpinan Dewan Pengurus Cabang;
b. Rapat Pimpinan Cabang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penetapan kebijaksanaan organisasi dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota;
c. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan yang dilaksanakan Dewan Dewan Pengurus Cabang;
b. Menginventarisasi permasalahan oranisasi dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota dan menetapkan kebijaksanaan dalam penanggulangan dan penyelesaiannya.

3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Pimpinan Cabang terdiri dari Pengurus Dewan Pengurus Cabang sebagai Peserta Penuh dan utusan Dewan Pengurus Daerah sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) suara untuk 1 (satu) orang peserta penuh;
d. Dewan Pengurus Cabang sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Pimpinan Cabang;
e. Rapat Pimpinan Cabang hanya dapat dianggap sah bila dihadiri oleh 2/3 jumlah anggota Dewan Pengurus Cabang.

BAB III
STRUKTUR PIMPINAN PAKLINA
PASAL 20
DEWAN PENGURUS PUSAT
1. Status
a. Dewan Pengurus Pusat adalah struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup nasional sebagai penyelenggara roda kehidupan organisasi di tingkat nasional;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Pusat adalah 3 (tiga) tahun;
c. Dewan Pengurus Pusat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Musyawarah Nasional Khusus, Rapat Kerja Nasional, Rapat Pimpinan Nasional;

2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Pusat
a. Dewan Pengurus Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum;
b. Unsur Dewan Pengurus Pusat adalah terdiri dari Ketua Umum dibantu Wakil-wakil Ketua Umum yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Sekretaris Jenderal dibantu Wakil-wakil Sekretaris Jenderal yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Bendahara Umum dibantu wakil-wakil Bendahara Umum yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang, dan beberapa Departemen yang minimal terdiri dari :
- Departemen Organisasi dan Pembinaan Daerah
- Departemen Sertifikasi dan Pelatihan
- Departemen Teknologi Konstruksi
- Departemen Hukum dan Hubungan Masyarakat
c. Masing-masing Departemen terdiri dari 1 (satu) orang Ketua dan beberapa Wakil Ketua Departemen;
d. Dewan Pengurus Pusat dilengkapi Dewan Pembina Tingkat Nasional dan Dewan Pertimbangan Tingkat Nasional yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional yang memiliki keterkaitan dan perhatian di bidang usaha jasa konstruksi;
e. Dewan Pembina Tingkat Nasional tugasnya diminta atau tidak diminta mambantu memberi arahan dan akses komunikasi eksternal kepada Dewan Pengurus Pusat yang susunan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Para anggota;
f. Dewan Pertimbangan Tingkat Nasional tugasnya diminta atau tidak diminta membantu memberi saran, pertimbangan, gagasan, nasehat-nasehat serta informasi-informasi penting lainnya yang susunannya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan para anggota.



PASAL 21
DEWAN PENGURUS DAERAH
1. Status
a. Dewan Pengurus Daerah adalah struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup propinsi sebagai penyelenggara roda kehidupan organisasi di tingkat Propinsi;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Daerah adalah 3 (tiga) tahun;
c. Dewan Pengurus Daerah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Daerah, Musyawarah daerah Luar Biasa, Rapat Kerja Daerah, Rapat Pimpinan Daerah;
2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Daerah
a. Dewan Pengurus Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, sekretaris Umum dan Bendahara Umum;
b. Unsur Dewan Pengurus Daerah adalah terdiri dari Ketua Umum dibantu Wakil-wakil Ketua Umum yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Sekretaris Umum dibantu Wakil-wakil Sekretaris Umum yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Bendahara Umum dibantu Wakil-wakil Bendahara Umum yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang, dan beberapa Biro yang minimal terdiri dari:
Departemen Organisasi dan Pembinaan Daerah
- Departemen Sertifikasi dan Pelatihan
- Departemen Teknologi Konstruksi
- Departemen Hukum dan Hubungan Masyarakat

c. Masing-masing Biro terdiri 1 (satu) orang Ketua dan beberapa Wakil Ketua Biro;
d. Dewan Pengurus Daerah dilengkapi Dewan Pembina Tingkat Propinsi dan Dewan Pertimbangan Tingkat Propinsi yang terdiri dari tokoh-tokoh tingkat Propinsi yang memiliki keterkaitan dan perhatian di bidang usaha jasa konstruksi;
e. Dewan Pembina Tingkat Propinsi tugasnya diminta atau tidak diminta membantu memberi arahan dan akses komunikasi eksternal kepada Dewan Pimpinan Propinsi;
f. Dewan Pertimbangan Tingkat Propinsi tugasnya diminta atau tidak diminta membantu memberi saran, pertimbangan gagasan, nasehat-nasehat serta informasi-informasi penting lainnya yang susunannya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua,Sekretaris dan para anggota.

PASAL 22
DEWAN PIMPINAN CABANG
1. Status
a. Dewan Pengurus Cabang adalah struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara roda kehidupan organisasi di tingkat Kabupaten/Kota;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Cabang adalah 3 (tiga) tahun;
c. Dewan Pengurus Cabang sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Cabang, Musyawarah Cabang Luar Biasa, Rapat Kerja Cabang, Rapat Pimpinan Cabang;
2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Cabang
a. Dewan Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum;
b. Unsur Dewan Pengurus Cabang adalah terdiri dari Ketua Umum dibantu Wakil-wakil Ketua Umum yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Sekretaris Umum dibantu Wakil-wakil Sekretaris Umum yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Bendahara Umum dibantu Wakil-wakil Bendahara Umum yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dan beberapa Bidang yang minimal terdiri dari :
- Bidang Organisasi dan Pembinaan Daerah
- Bidang Sertifikasi dan Pelatihan
- Bidang Teknologi Konstruksi
- Bidang Hukum dan Hubungan Masyarakat
c. Masing-masing Bidang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua dan beberapa Wakil Ketua Bidang;
d. Dewan Pengurus Cabang dilengkapi Dewan Pembina Tingkat Kabupaten/Kota dan Dewan Pertimbangan Tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri dari tokoh-tokoh tingkat Kabupaten/Kota yang memiliki keterkaitan dan perhatian dibidang usaha jasa konstruksi;
e. Dewan Pembina Tingkat Kabupaten/Kota tugasnya diminta atau tidak d,iminta membantu memberi arahan dan akses komunikasi eksternal kepada Dewan Pimpinan Kabupaten/Kota yang susunannya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan para anggota;
f. Dewan Pertimbangan Tingkat Kabupaten/Kota tugasnya diminta atau tidak diminta membantu memberi saran, pertimbangan, gagasan, nasehat-nasehat serta informasi-informasi penting lainnya, yang susunannya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan para anggota.

PASAL 23
KETUA UMUM
1. Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat adalah penanggung jawab tertinggi dan pelaksana tertinggi pengendalian kehidupan organisasi secara nasional serta bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa.
2. Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah adalah penanggung jawab tertinggi dan pelaksana tertinggi pengendalian kehidupan organisasi ditingkat Propinsi secara bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah atau Musyawarah Daerah Luar Biasa.
3. Ketua Umum Dewan Pengurus Cabang adalah penanggung jawab tertinggi dan pelaksana tertinggi pengendalian kehidupan organisasi ditingkat Kabupaten/Kota serta bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang atau Musyawarah Cabang Luar Biasa.



BAB IV
PROSES PEMILIHAN DEWAN PENGURUS
PASAL 24
PERSYARATAN MENJADI DEWAN PENGURUS
Persyaratan untuk dapat menjadi Unsur Dewan Pengurus adalah :
1. Pimpinan perusahaan yang namanya tercantum dalam Kartu Tanda Anggota (KTA) PAKLINA dan mempunyai SBU;
2. Tidak sedang dalam rangkap jabatan di organisasi sejenis di semua yang memiliki persamaan bidang dan sub bidang pekerjaan konstruksi;
3. Khusus untuk Ketua Umum harus :
a. Mempunyai kejelasan yang baik tentang loyalitas dan dedikasi kepada organisasi;
b. Tidak pernah cacat moral, hukum dan konstitusi;
c. Untuk jabatan Ketua Umum adalah pimpinan perusahaan yang mempunyai KTA dan SBU.
PASAL 25
TATA CARA PEMILIHAN FORMATUR / ANGGOTA FORMATUR
Tata cara pemilihan Formatur dan Anggota Formatur dalam semua tingkatan organisasi PAKLINA diatur sebagai berikut :
1. Pemilihan Ketua Formatur yang secara otomatis menjadi Ketua Umum/Ketua dilakukan dengan cara aklamasi atau musyawarah untuk mufakat, dan bila tidak tercapai dilakukan dengan cara voting tertutup;
2. Pemilihan Anggota Formatur dilakukan dengan cara aklamasi atau musyawarah untuk mufakat dan bila tidak tercapai, dilakukan dengan cara voting tertutup untuk memilih 6 (enam) orang Anggota Formatur.

PASAL 26
TEKNIS PROSES PEMILIHAN DEWAN PENGURUS
1. Proses pemilihan Dewan Pengurus lebih lanjut diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Tingkat Organisasi yang bersangkutan;
2. Proses pemilihan Formatur lebih lanjut diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Tingkat Organisasi yang bersangkutan;
3. Proses pemilihan dimaksud pada butir 1 dan 2 tersebut tidak bertentangan dengan AD-ART.

BAB V
ATRIBUT
PASAL 27
ATRIBUT
Atribut PAKLINA berupa lambang, mars, hymne, bendera dan atribut lainnya yang merupakan keciriannya, diuraikan dalam bentuk Pedoman Atribut PAKLINA.

BAB VI
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
PASAL 28
KEUANGAN
1. Sumber-sumber keuangan organisasi, berupa uang pangkal, uang iuran dan uang administrasi keanggotaan, ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional dengan mempertimbangkan keadaan daerah-daerah kepengurusan;
2. Tata cara pembayaran, jumlah dan pengelolaan keuangan organisasi ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional yang selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Pedoman Kebendaharaan;
3. Keuangan organisasi dan sumber-sumber keuangan lainnya, dimanfaatkan semata-mata untuk urusan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan;
4. Sistem Administrasi Keuangan Dewan Pengurus dengan Badan atau Lembaga yang ada pada tingkat Organisasi yang bersangkutan adalah terpisah;
5. Penandatanganan surat-surat berharga pada Dewan Pengurus terkait dengan keuangan harus ditandatangani oleh Ketua Umum bersama Bendahara Umum dan atau bersama Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Umum;
6. Penandatanganan surat-surat berharga pada Badan atau Lembaga terkait dengan keuangan harus ditandatangani oleh Ketua Umum Dewan Pengurus dan Ketua Badan dan atau Lembaga.

PASAL 29
PERTANGGUNGJAWABAN DAN LAPORAN KEUANGAN
Pertanggungjawaban keuangan di setiap tingkatan organisasi diatur sebagai berikut :
1. Pada tingkatan Dewan Pengurus Pusat, pertanggungjawaban dan laporan keuangan setiap 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada Dewan Pengurus Daerah.
2. Pada tingkatan Dewan Pengurus Daerah, pertanggungjawaban dan laporan keuangan setiap 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada Dewan Pengurus Cabang.
3. Pada tingkatan Dewan Pengurus Cabang, pertanggungjawaban dan laporan keuangan setiap 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada anggota PAKLINA.
4. Apabila Dewan Pengurus Pusat tidak melakukan kewajibannya tentang pertanggungjawaban dan laporan keuangan seperti diatur dalam ayat (1) pasal ini maka Dewan Pengurus Daerah berhak menuntut Dewan Pengurus Pusat untuk melaksanakan Rapat.
5. Apabila Dewan Pengurus Daerah tidak melakukan kewajibannya tentang pertanggungjawaban dan laporan keuangan seperti diatur dalam ayat (1) pasal ini maka Dewan Pengurus Cabang berhak menuntut Dewan Pengurus Daerah untuk melaksanakan Rapat Pleno.
6. Apabila Dewan Pengurus Cabang tidak melakukan kewajibannya tentang pertanggungjawaban dan laporan keuangan seperti diatur dalam ayat (1) pasal ini maka Anggota berhak menuntut Dewan Pengurus Cabang untuk melaksanakan Rapat.

PASAL 30
HARTA BENDA
1. Mekanisme sumber pendapatan, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional dengan mempertimbangkan keadaan daerah-daerah kepengurusan;
2. Tata cara pendapatan, pemanfaatan dan pertanggungjawabnnya ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional yang selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Pedoman Kebendaharaan;
3. Harta benda organisasi dan sumber-sumber keuangan lainnya, dimanfaatkan semata-mata untuk urusan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB VII
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
PASAL 31
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dilakukan perubahannya melalui keputusan Musyawarah Nasional dan atau Musyawarah Nasional Luar Biasa dan atau Musyawarah Nasional Khusus yang disepakati oleh 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Daerah yang telah ada, dan disetujui oleh 2/3 dari jumlah peserta penuh musyawarah.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

PASAL 32
ATURAN PERALIHAN
Hal-hal yang belum cukup diatur dan atau belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan diatur dalam bentuk pedoman-pedoman organisasi, dan atau kebijaksanaan organisasi lainnya yang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga ini.

PASAL 32
BERLAKUNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA
1. Anggaran Rumah Tangga ini pertama kali disahkan melalui Rapat Pendirian PAKLINA di Kota Semarang pada tanggal 26 Desember 2006, dan selanjutnya dilakukan penyempurnaan dan ditetapkan sebagaimana mestinya dalam Musyawarah Nasional I DPP PAKLINA di Kota Semarang pada tanggal 7 September 2007;
2. Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
3. Anggaran Rumah Tangga yang baru ini tidak berlaku surut;




Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 7 September 2007




PIMPINAN SEMENTARA
PANITIA PENGARAH
MUNAS I TAHUN 2007 DPP PAKLINA







H. MULYANTO H. MUNIR AL FANANI, SH, MH
Ketua Sekretaris

ANGGARAN DASAR PAKLINA

ANGGARAN DASAR

MUKADDIMAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Bahwa tujuan pembangunan nasional Indonesia yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945, GBHN adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Bahwa salah satu upaya guna mencapai masyarakat adil dan makmur adalah dengan membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis, dinamis dan iklim usaha yang sehat. Untuk mencapai hal tersebut sesuai ketentuan pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1999 maka Pemerintah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pembinaan, perlindungan dan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat pengusaha agar mampu memajukan usahanya, menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia.
Atas Rahmat Tuhan yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan luhur dan dengan kesadaran serta keyakinan dalam menyumbangkan darma baktinya untuk pembangunan nusa dan bangsa Indonesia para pengusaha nasional Persatuan Kontraktor Listrik Nasional menyatakan kesepakatan untuk memperjuangkan kepentingannya dan mensosialisasikan program pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam satu wadah asosiasi dengan nama PERSATUAN KONTRAKTOR LISTRIK NASIONAL disingkat PAKLINA. Dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut :

BAB I
NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WAKTU

PASAL 1
N A M A
Organisasi ini bernama Persatuan Kontraktor Listrik Nasional disingkat PAKLINA

PASAL 2
TEMPAT KEDUDUKAN
PAKLINA berkedudukan di Jawa Tengah dan cabang-cabangnya di ibukota daerah Propinsi dan Kabupaten/APJ di seluruh Indonesia.

PASAL 3
W A K T U
PAKLINA didirikan di Semarang pada tanggal 26 Desember 2006 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum No ; C-14 HT.01.03 TH 2007 Tgl. 26 Pebruari 2007, untuk jangka waktu tidak ditentukan. (AKTE No. 03 Tgl. 16 Januari 2007).

BAB II
AZAS, LANDASAN DAN TUJUAN

PASAL 4
A Z A S
PAKLINA berazaskan Pancasila

PASAL 5
L A N D A S A N
PAKLINA berlandaskan pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945 dan UU. No. 5 Th. 1999 sebagai landasan konsti-tusional
2. Keputusan MUNAS PAKLINA sebagai landasan operasional

PASAL 6
V I S I
Visi PAKLINA adalah :
Mewujudkan anggota dan masyarakat jasa konstruksi di bidang Mekanikal – Elektrikal yang tangguh, jujur, bertanggung jawab, profesional, serta berdaya saing tinggi.

PASAL 7
M I S I
Menciptakan peluang-peluang pasar dengan basis efisien yang beretika profesional dan bermartabat yang memiliki keunggulan kompetensi.

PASAL 8
SASARAN
1. Menciptakan PAKLINA sebagai organisasi profesional yang mandiri dan tangguh sehingga dipercaya masyarakat Jasa Konstruksi bidang Mekanikal-Elektrikal baik dalam negeri maupun luar negeri.
2. Mewujudkan tanggung jawab sebagai organisasi profesional yaitu mengembangkan ilmu dan teknologi konstruksi, SDM yang kompeten, dan sarana dan prasarana konstruksi demi keunggulan kompetisi jasa konstruksi khususnya dibidang Mekanikal-Elektrikal secara nasional dan internasional.

PASAL 9
TUJUAN
PAKLINA didirikan dengan tujuan untuk :
1. Menghimpun pengusaha / perusahaan-perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa konstruksi khusunya bidang Mekanikal-Elektrikal di dalam satu wadah organisasi;
2. Berperan dan ikut serta untuk meningkatkan pembangunan nasional;
3. Membimbing, mengarahkan dan memperjuangkan kepentingan anggota demi kelangsungan anggotanya;
4. Mendorong terciptanya rasa kesetiakawanan sesama pelaku pasar konstruksi agar dapat dihindari terjadinya persaingan kerja dan usaha yang tidak sehat, sehingga dapat benar-benar tercipta kebersamaan;
5. Aktif mengadakan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan badan Usaha Jasa Konstruksi, baik di dalam maupun di luar negeri;
6. Membina dan mengembangkan kemampuan pengusaha jasa konstruksi bidang Mekanikal-Elektrikal menjadi tangguh dan profesional, kokoh, dan mandiri;
7. Mendorong terciptanya hubungan kemitraan yang sinergis antara pengusaha golongan ekonomi kuat, menengah dan lemah;

BAB III
KEDAULATAN
PASAL 10
KEDAULATAN ORGANISASI
Kedaulatan Organisasi PAKLINA berada di tangan Anggota PAKLINA yang dilaksanakan melalui Musyawarah Nasional.



BAB IV
BENTUK, STATUS, SIFAT DAN FUNGSI
PASAL 11
BENTUK ORGANISASI
PAKLINA berbentuk satu kesatuan organisasi yang kolektif, yang menganut struktur kekuasaaan otonom, dan struktur kepemimpinan berjenjang dari Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus Cabang di seluruh wilayah Republik Indonesia.

PASAL 12
STATUS ORGANISASI
PAKLINA berstatus Independen, tidak berpihak kepada perorangan, kelompok dan atau lembaga/instansi manapun, kecuali semata-mata memihak kepada peningkatan kualitas dan kesejahteraan anggotanya.

PASAL 13
SIFAT ORGANISASI
PAKLINA bersifat terbuka untuk mewadahi dan membina pengusaha / perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi , khususnya Mekanikal-Elektrikal dalam melakukan kegiatannya.
PASAL 14
FUNGSI ORGANISASI
PAKLINA berfungsi untuk :
1. Menciptakan kesatuan dan persatuan yang dilandasi niat jujur, terbuka dan akomoditif demi terciptanya tujuan bersama;
2. Memperjuangkan kepentingan anggota dan membinanya sehingga mampu mengembangkan usahanya;
3. Sebagai wadah konsultasi dan komunikasi antar anggota, dan pengusaha lainnya, dengan pemerintah, serta lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan bidang usaha jasa konstruksi.

PASAL 15
WEWENANG
PAKLINA memiliki wewenang sebagai berikut :
1. Sesuai amanat Undang-undang (UU) No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi adalah membantu pemerintah dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) membina dan menertibkan kompetensi yang dibutuhkan usaha jasa konstruksi;
2. Mengawasi perilaku anggota sebagai pengusaha / perusahaan jasa konstruksi untuk senantiasa taat dalam seluruh kaidah-kaidah yang diatur oleh Pemerintah, LPJK, dan PAKLINA;
3. Menertibkan para anggota pengusaha/perusahaan jasa konstruksi apabila ditemukan penyimpangan terhadap kaidah-kaidah seperti tersebut pada ayat 2 pasal 15 tersebut di atas.

BAB V
KEANGGOTAAN
PASAL 16
STATUS DAN BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
Keanggotaan PAKLINA terdiri dari :
1. Anggota Biasa yaitu Badan Usaha Milik Negara, Milik Koperasi dan Milik Swasta Nasional jasa pelaksana konstruksi bidang Mekanikal-Elektrikal;
2. Anggota Luar Biasa yaitu Badan Usaha yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak di bidang jasa pelaksana konstruksi bidang Mekanikal-Elektrikal;
3. Anggota Kehormatan yaitu tokoh-tokoh perorangan pemerintah, pengusaha nasional dan masyarakat umum, yang dipandang telah berjasa dalam membentuk, membina dan memajukan PAKLINA baik dalam ruang lingkup nasional, maupun dalam ruang lingkup propinsi dan kabupaten/kota.

PASAL 17
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
1. Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa berakhir keanggotaannya karena :
a. Mengundurkan diri;
b. Tidak bergerak di bidang jasa konstruksi;
c. Diberhentikan oleh organisasi;
d. Dinyatakan pailit dan atau terpidana oleh Pengadilan Negeri.

2. Anggota Kehormatan berakhir keanggotaannya karena :
a. Mengundurkan diri;
b. Diberhentikan oleh organisasi;
c. Meninggal dunia.

BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
PASAL 18
STRUKTUR KEKUASAAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Struktur kekuasaan di tingkat Nasional terdiri dari :
a. Musyawarah Nasional disingkat MUNAS;
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa disingkat MUNASLUB;
c. Musyawarah Nasional Khusus disingkat MUNASUS;
d. Rapat Kerja Nasional disingkat RAKERNAS;
e. Rapat Pimpinan Nasional disingkat RAPIMNAS;
2. Struktur kekuasaan di tingkat Propinsi terdiri dari :
a. Musyawarah Daerah disingkat MUSDA;
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa disingkat MUSDALUB;
c. Rapat Kerja Daerah disingkat RAKERDA;
d. Rapat Pimpinan Daerah disingkat RAPIMDA;
3. Struktur kekuasaan di tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari :
a. Musyawarah Cabang disingkat MUSCAB ;
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa disingkat MUSCABLUB;
c. Rapat Kerja Cabang/Kota disingkat RAKERCAB;
d. Rapat Pimpinan Cabang disingkat RAPIMCAB;

PASAL 19
STRUKTUR PIMPINAN
1. Struktur Pimpinan terdiri dari :
a. Di tingkat Nasional disebut Dewan Pengurus Pusat disingkat DPP;
b. Di tingkat Propinsi disebut Dewan Pengurus Daerah disingkat DPD;
c. Di tingkat Kabupaten/Kota disebut Dewan Pengurus Cabang disingkat DPC;
2. Pada semua struktur pimpinan dilengkapi dengan Dewan Pembina dan Dewan Pertimbangan, yang merupakan satu kesatuan dari struktur kepemimpinan bersangkutan, secara koordinatif.

BAB VII
ATRIBUT
PASAL 20
LAMBANG, BENDERA, MARS, HYMNE DAN KODE ETIK ORGANISASI
PAKLINA memiliki lambang, bendera, mars, hymne dan kode etik serta atribut lainnya yang merupakan keciriannya.


BAB VIII
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
PASAL 21
KEUANGAN
Sumber keuangan PAKLINA bersumber dari :
1. Uang pangkal keanggotaan;
2. Uang iuran keanggotaan;
3. Uang administrasi keanggotaan;
4. Usaha lainnya yang sah yang dilakukan oleh pengurus dan atau anggota;
5. Sumbangan dan atau bantuan lainnya yang halal dan tidak mengikat.


PASAL 22
PENGELOLAAN KEUANGAN
Pengelolaan Keuangan berasaskan fungsional, transparansi dan akuntabilitas yang didasarkan pada pertanggungjawaban moral yang jujur dan adil, serta pertanggungjawaban secara Konstitusi Organisasi dan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.

PASAL 23
HARTA BENDA
1. Harta benda PAKLINA merupakan bagian dari kekayaan hak milik organisasi;
2. Pengelolaan dan pertanggungjawaban harta benda PAKLINA mulai dari tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, sepenuhnya menjadi tanggung jawab struktur organisasi bersangkutan yang dipertanggungjawabkan pada MUNAS, MUSDA, dan MUSCAB;
3. Apabila dikemudian hari pada beberapa tingkatan struktur kepengurusannya dinyatakan bubar, maka harta kekayaannya dititipkan kepada struktur kepemimpinan satu tingkat di atasnya;
4. Apabila dikemudian hari PAKLINA dinyatakan dibubarkan, maka seluruh harta benda dan kekayaannya diserahkan pada badan-badan sosial yang sesuai dengan misi PAKLINA.

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN
PEMBUBARAN ORGANISASI
PASAL 24
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Anggaran Dasar ini hanya dilakukan perubahannya melalui keputusan Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Musayawarah Nasional Khusus yang disepakati oleh 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Daerahi yang telah ada, dan distujui oleh 2/3 dari jumlah peserta penuh musyawarah.

PASAL 25
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pembubaran organisasi secara nasional hanya dapat dilakukan melalui keputusan Musyawarah Nasinoal Luar Biasa yang diadakan khusus untuk itu, yang disepakati oleh 2/3 dari jumlah DPD yang ada, dan distujui oleh 2/3 dari jumlah DPD yang hadir.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
PASAL 26
ATURAN PERALIHAN
Hal-hal yang belum cukup diatur dan atau tidak diatur dalam Anggaran Dasar ini, dialihkan pengaturannya dalam Anggaran Rumah Tangga dan tidak dibenarkan bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.
PASAL 27
BERLAKUNYA ANGGARAN DASAR
1. Anggaran Dasar ini pertama kali disahkan melalui Rapat Pendirian PAKLINA di Kota Semarang pada tanggal 26 Desember 2007 dan selanjutnya dilakukan penyempurnaan dan ditetapkan sebagaimana mestinya dalam Musyawarah Nasional I DPP PAKLINA di Kota Semarang pada tanggal 7 September 2007;
2. Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
3. Anggaran Dasar yang baru ini tidak berlaku surut;

Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 7 September 2007
PIMPINAN SEMENTARA
PANITIA PENGARAH
MUNAS I TAHUN 2007 DPP PAKLINA








H. MULYANTO H. MUNIR AL FANANI, SH, MH
Ketua Sekretaris